Terlalu banyak orang yang menanyakan gue arti dari kesendirian.
Gue akan mencoba menjawabnya dari tulisan ini dan ini pure berasal dari sudut pandang gue dan pengalaman gue pribadi.
Teruntuk gue sendiri, sendiri
bukanlah hal yang aneh dan terkesan lumrah karena gue ditakdirkan sebagai anak
tunggal. Keseharian gue di rumah ya gak jauh dari gue dan diri gue sendiri
meskipun gue juga sering menghabiskan waktu untuk ngobrol atau bercanda-bercanda
kecil dengan orangtua gue, terutama nyokap. Pada dasarnya sih gue gak pernah
merasa hampa atau kosong ketika selama gue berada di rumah. Selalu ada hal yang
membuat hidup gue terisi, gue juga gak pernah merasa “gersang” ketika gue
sendirian. Sebenarnya gue juga gak ada jawaban pasti kenapa gue merasa hidup
gue terisi. Mungkin, hal itu terjadi karena gue sudah terbiasa dengan hal tersebut dan gue merasa hidup gue masih baik-baik saja ketika gue sendiri.
Berada di dalam kesendirian bukan
berarti tandanya hidup gue gak ada masalah atau justru menjadikan kesendirian itu sebagai suatu masalah karena adanya masalah itu wajar dalam
sebuah kehidupan, bahkan gue seringkali gak menganggap itu sebuah masalah. Ya, simply memaknai si 'masalah' sebagai sebuah alur atau
proses yang harus gue lewatin untuk mencapai titik tertentu.
Sendiri itu gak sebatas hanya gak
punya pasangan alias gak punya pacar. Lebih tepatnya, sendiri itu ya... diri kita
sendiri. Setiap orang itu diciptakan sebagai individu yang tunggal instead of hakikatnya setiap manusia
adalah makhluk sosial. Jadi, sendiri itu artinya bukan gue gak membutuhkan
orang lain, tetapi lebih menyadari kalau segala sesuatu itu kembali ke diri
kita sendiri, dan ketika ada hal di diri kita yang perlu untuk disangkutkan
dengan orang lain, kita harus tetap berpikir bahwa kita itu sendiri. Bukan,
yang gue maksud bukan kita harus menjadi egois meskipun di tiap orang tertanam
partikel ego dengan kadar yang bisa kita kendalikan. Hal yang gue bold di sini adalah setiap manusia itu saling “bergantung”,
bukan saling “menggantung”.
Memutuskan untuk sendiri di beberapa occasion buat gue adalah karena gue sadar gue
harus memiliki waktu khusus hanya untuk gue dan diri gue. Melalui hal
tersebut gue paham kalau menyendiri atau menepi sejenak itu bukan karena kita
ingin menjauhi orang lain atau some
circle. Gue ingin menekankan kalau jarak yang ada antara kita dengan
lingkungan dan orang-orang terdekat kita bukan hadir untuk menimbulkan benci, bukan
karena ada sesuatu yang harus kita hindarkan. Sendiri itu sederhana.
Sesederhana alasan kita ‘menyendiri’.
Pertama, dengan sendiri kita bisa
introspeksi hal-hal yang kita bawa dari ‘keramaian’, perbincangan, atau bahkan
dengan adanya waktu untuk sendiri, kita jadi punya bekal untuk akhirnya
bercampur-baur dalam sebuah lingkup obrolan. Personally, gue adalah orang yang gemar mengamati, gue memiliki
kesenangan sendiri untuk melihat orang lain berinteraksi, cara mereka menyampaikan
atau menanggapi sesuatu, and all of the
stuffs yang related tentang itu
meskipun gue sendiri pun sebenarnya menjadi subjek dalam proses interaksi
tersebut.
Kedua, sendiri dapat menjadi sebuah
cara untuk melatih rasa empati. Aneh mungkin, padahal empati itu dalam
penerapannya pasti melibatkan lebih dari satu orang, bukan hanya diri kita
sendiri. Sadar atau gak, atau mungkin ini hanya terjadi pada di diri gue,
ketika kita sedang berjarak dengan orang lain, entah itu karena kesibukan
masing-masing, atau karena intensitas komunikasi yang kurang, terkadang gue
melemparkan hal tersebut terjadi karena pihak lain. Sampai pada akhirnya gue
merasakan hal yang gue ‘tuduhkan’ itu berbalik ke arah gue. Padahal gue
menyimpan prasangka buruk itu persis hanya dalam hati gue saja. Ya… serapat
apapun gue menutupi, semesta selalu tahu dan akan memutarkan takdir itu ke diri
gue sendiri hingga akhirnya gue seketika tersadar kalau selama ini gue salah.
Singkat cerita, gue berpikir kalau dengan sendiri itu kita harusnya punya rasa
empati ke orang lain, gak harus dengan berlebihan atau terkesan memaksakan,
cukup dengan mencoba mengerti apa yang melatarbelakangi seseorang melakukan
hal-hal yang ketika kita melihat itu jadi nyeletuk dalam hati “apa sih…” atau
jadi antipati pada beberapa hal yang padahal selalu ada pelajaran yang dapat
kita ambil dari apa yang orang tersebut lakukan, atau jadi celah untuk
menyambungkan diri kita dengan orang tersebut, atau bahkan hal yang teramat
mudah, tetapi sering banget gue atau lo lupakan adalah kita bisa menjadikan bagian itu untuk mendoakan dia atas apa yang menurut kita kurang berkenan. Ada orang bijak
bilang kalau kita mendoakan kebaikan ke orang lain itu mudah-mudahan kebaikan
tersebut bersinergi dengan diri kita sendiri.
Ketiga, sendiri juga mengajarkan kita
untuk beradaptasi. Beradaptasi dengan sepi, sunyi, senyap, dan gelap yang
terkadang kadarnya melampaui batas saat kita dan orang lain sedang terlepas. Menurut
gue, beberapa elemen tersebut hadir bukan untuk menjadikan kita menjadi pribadi
yang hampa, tetapi justru dengan ‘mereka’lah kita larut bersama.
Sendiri bukan fiksi, sendiri bukan
tragedi. Pada akhirnya, kita memang hanya s(end)iri.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.
:)
Comments
Post a Comment