Skip to main content

Aku, akut, takut

Sepertinya benar dugaanku, aku dilahirkan sebagai perempuan yang penuh dengan rasa takut. Maka dengan pasti, komitmen dan konsistensi adalah hal yang juga dilingkupi oleh rasa takutku.

Lalu, apakah dengan bersama kamu artinya aku sudah berani? Tentu saja, tidak. Justru, aku menganggap tingkat takutku bertumbuh.
Aku sering berkata dalam hati, kamu mungkin tidak bisa melenyapkan rasa takut itu, tetapi setidaknya kamu bisa menjadi teman yang ramah bagi rasa takutku, atau sekurang-kurangnya, kamu tidak menciptakan ketakutan baru untukku.

Mungkin, rasa takutku terkesan menyebalkan, tetapi juga tanpa kamu sadari, aku ada bersama dirimu saat ini karena ketakutanku.
Pertanyaan-pertanyaan kecil semacam, "Bisakah aku membuatmu terus bertahan denganku?", "Bisakah nanti duniaku dan duniamu bisa terjalin dengan baik?" adalah dua tanda tanya sederhana yang dilatari oleh ketakutan dan terus mengantarku bersamamu hingga kini, dan harapku selalu sampai nanti yang tak dibatasi.

Bersamaku adalah lelah--terkhusus dan dengan sangat terpaksa, aku harus mengajakmu bermain dengan ketakutanku.
Jika memang aku adalah hal sederhana yang terlalu rumit, pecahkan saja diriku sedari dini. Jika aku terlalu rumit untuk disederhanakan, bantu aku untuk tidak menjauhi diriku sendiri.
Sebab, saat dirimu absen menemani, tak ada lagi yang bisa membuatku merasa pulang selain diri sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Anotha Kilometers

Your arms feels so bold Allied with the cold You never asked the permission Yet I never asked the questions Thriving in a bliss Not worry if something will be missed Even though it turns out just a fiction I cherish it as the fact, but with a blind vision - S

Em/r(osi)

Aku adalah segala emosi yang tak bertuan Sekian cara ku coba tuk meredam, apalah daya, sanggupku hanya memendam Tanda tanya di kepala ini terus membungkam, menelusup jiwa yang kian geram Asaku seperti mati dibakar diriku sendiri Aku bagai ditunggu pintu-pintu pilu yang terbuka oleh amarah yang menderu Sungguh, inginku hanya reda Aku lelah hal ini terus singgah Lantas, sanggupkah engkau meniup api yang tak bercahaya ini? Dari tengah malam ini, S.

Ada

Waktu merentang, detik demi detik nyala bintang menuntunku pulang—bermula di riuh percakapan dan terbenam di kesunyian, di antara mimpi dan nyata yang tak kenali batasnya. Meletakkan gelisah di palung terdalam, membiarkan ragu luruh menyeberangi sepasang sudut mata. Sebab takdir bukan sepenuhnya milik kita dan melawannya adalah hal sia-sia. Kini, langit bukan lagi abu-abu, selayaknya sepi yang tak lagi jadi tempat berteduh segala sesuatu. Dalam sukacita dan lintasan yang masih jadi rahasia: sentuh tanda tanya, koma, hingga titik sama-sama, - S