Kita bukanlah pusat segalanya,
dan segalanya tidak butuh berpusat di kita.
Beberapa hari terakhir, suasana kian gersang: tak berbalas, terbengkalai, ditiadakan begitu saja.
Jiwa jadi arena pertarungan paling aduhai, ada kotak-kotak ideal yang sengit ingin dilibatkan. Lalu bertautlah kita pada sesuatu yang selanjutnya diperdebatkan.
Persis seperti perspektif yang keluar dari tabiatnya, muncul ahli sana-sini yang melahirkan kecelakaan informasi. Terlena akan klaim menang dan kalah, memvalidasi sesuatu di garis abu-abu.
Ketika nalar dianggap subsisten ringan, kemudian kita bisa apa? Semua dibiarkan jadi remeh-temeh atau keras memaksa konteks yang bukan sebenarnya?
- S
Comments
Post a Comment