Skip to main content

Bukan Titik

pada suatu waktu yang hanya berjarak sejengkal dari tangisku sekarang, ada harapan karam diterjang sebuah ambisi yang enggan berpulang. ia masih ingin berlayar meskipun lelahnya kian mengakar.


andai isi kepalaku tak berlomba memutar ketakutan, air pasang nan jauh di sana lantas tak membuatku segera sesak. aku bak seorang pengungsi di dalam diriku sendiri. aku ingin menelanjangi semua rambu, bersetubuh dengan belokan tajam, lalu menggenggam erat mimpiku pulang.


hari ini, aku memang masih punya ruang: untuk bersenang, mengenang. tapi tidak ada tenang yang bertaut di sana. titik-titik lengang seolah hanya huruf konsonan yang terpuruk kesepian.


aku sedang tidak berbicara tentang mematahkan ranting atau sekadar menyatukan puing dan bukan bagaimana nanti dinginnya kakiku sampai dalam pijakan terakhir. hebatnya, aku kerap menggusur takdir, pura-pura tak mau semuanya berakhir padahal telah lama berpapasan dengan akhir itu sendiri. 


waktu tak pernah mengenal kata renta,

dan api di sana tak akan hangus dibasuh penantian.


berjalan,


- S.

Comments

Popular posts from this blog

Anotha Kilometers

Your arms feels so bold Allied with the cold You never asked the permission Yet I never asked the questions Thriving in a bliss Not worry if something will be missed Even though it turns out just a fiction I cherish it as the fact, but with a blind vision - S

Em/r(osi)

Aku adalah segala emosi yang tak bertuan Sekian cara ku coba tuk meredam, apalah daya, sanggupku hanya memendam Tanda tanya di kepala ini terus membungkam, menelusup jiwa yang kian geram Asaku seperti mati dibakar diriku sendiri Aku bagai ditunggu pintu-pintu pilu yang terbuka oleh amarah yang menderu Sungguh, inginku hanya reda Aku lelah hal ini terus singgah Lantas, sanggupkah engkau meniup api yang tak bercahaya ini? Dari tengah malam ini, S.

Ada

Waktu merentang, detik demi detik nyala bintang menuntunku pulang—bermula di riuh percakapan dan terbenam di kesunyian, di antara mimpi dan nyata yang tak kenali batasnya. Meletakkan gelisah di palung terdalam, membiarkan ragu luruh menyeberangi sepasang sudut mata. Sebab takdir bukan sepenuhnya milik kita dan melawannya adalah hal sia-sia. Kini, langit bukan lagi abu-abu, selayaknya sepi yang tak lagi jadi tempat berteduh segala sesuatu. Dalam sukacita dan lintasan yang masih jadi rahasia: sentuh tanda tanya, koma, hingga titik sama-sama, - S